Nasional

MK Hapus Presidential Threshold, Saldi Isra: Pasal 222 UU Pemilu Bertentangan

39
×

MK Hapus Presidential Threshold, Saldi Isra: Pasal 222 UU Pemilu Bertentangan

Share this article
MK Hapus Presidential Threshold, Saldi Isra: Pasal 222 UU Pemilu Bertentangan
Gedung Mahkamah Konsitusi. Foto : MK

JAKARTA,jabarplus.id- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pada sidang putusan perdana 2025, terkait ambang batas pencalonan presiden, pada Kamis (2/1/2025) lalu.

Perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu inkonstitusional, artinya tidak berlaku sejak Hakim MK membacakan putusan tersebut.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Keputusan tersebut menghapus norma hukum dalam pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden.

Pasal yang berbunyi “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.

BACA JUGA  Kasus Judi Online Kian Marak, PKB: Aparat Harus Bertindak Tanpa Pandang Bulu

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” sambungnya.

Adapun, MK lewat Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan, alasan utama penghapusan ambang batas pencalonan presiden adalah Pasal 222 tersebut bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.

Saldi Isra mengucapkan, presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden melanggar keadilan yang tidak bisa ditoleransi serta bertentangan dengan UUD 1945.

BACA JUGA  DPR Desak Bawaslu Berantas Politik Uang di Pilkada 2024

Menurutnya, berapa pun besaran ambang batasnya, itu telah bertentangan dengan prinsip dasar konstitusi negara.

Selain itu, alasan lainnya yaitu, kondisi politik Indonesia yang tidak baik-baik saja.

Ia menambahkan, nantinya cenderung mengarah pada satu calon saja jika presidential threshold dipertahankan.

“Setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat dua pasangan calon,” kata Saldi.

“Bahkan, jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal,” ucapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *